Senin, 10 Agustus 2009

BUDIDAYA TANAMAN KAKAO

A.Sejarah, Manfaat dan Prospek Tanaman Kakao
1. Sejarah Tanaman Kakao
Pada tempat tumbuh dan berkembangnya tanaman kakao di tempat asal tanaman kakao merupakan tanaman yang kecil tumbuh di bawah tegakan hutan hujan tropis di daerah Amerika Selatan dimana tanaman ini selalu tumbuh terlindung di bawah pohon yang lain.
Menurut beberapa pendapat dikatakan bahwa asal usul tanaman kakao adalah dari daerah :
Amerika bagian tropik
Perairan sungai Amazon dan Orinoco (Decandole)
Amerika Tengah dan New Grenada (antara sungai Orinoco, Yamaica, Martinique)
Sedangkan menurut Stahel tanaman kakao berasal dari daerah :
Amerika Selatan (Lembah perairan Orinoco dan Amazon) untuk kakao jenis Forastero
Amerika Tengah terutama Hutan Nicoya (Patai Pasifik dari Costarica) untuk jenis kakao Criollo
Terakhir dikatakan dari pegunungan Andes bagian utara sedangkan Forastero dari sisi Timur.
Kalau dilihat berdasarkan pembudidayaan maka menurut Erneholm kakao dibudidayakan pertama kali oleh bangsa Maya selanjutnya oleh bangsa Aztec. Tetapi ada yang menyatakan bahwa yang pertama kali membudidayakan kakao adalah bangsa Tolteca yang hidup jauh sebelum bangsa Aztec. Sedangkan bangsa Eropa baru mengetahui tanaman kakao setelah tahun 1526 melalui surat laporan kelima Fernandes Cortes pada Raja Charles ke V, bahwa di dunia baru terdapat tanaman Cacau/Cacaguata di Propinsi Cupilcon dan Tatuytal.
Kakao sejak waktu itu tidak hanya sebagai bahan membuat minuman dan makanan yang lezat serta mewah saja, tetapi juga sebagai alat tukar atau alat pembayaran yang mempunyai nilai tukar tinggi. Sehingga jaman itu orang sering mengatakan bahwa orang yang makan atau minum coklat berarti dia makan/minum uang. Hal itu dapat dimengerti karena seekor kelinci dapat ditukar dengan 10 biji kakao dan seorang budak belian bernilai tukar 100 biji kakao. Di samping sebagai alat tukar, dalam perdagangan produk kakao atau coklat dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran pajak.
Kakao merupakan tanaman perkebunan/industri, masuk wilayah Indonesia sejak sekitar tahun 1560, dibawa oleh para pedagang dari Portugis melalui pulau Sulawesi dan selajutnya tanaman kakao ini menyebar ke daerah kepulauan di sekitar Minahasa. Perkembangan tanaman kakao waktu itu cepat menyebar ke seluruh kepulauan di Indonesia termasuk pulau Jawa dan jenis yang meyebar di Jawa akhirnya dikenal sebagai Criollo Jawa. Jenis yang ada di Jawa disebut dengan Criollo Jawa karena diduga jenis tersebut memang merupakan jenis Criollo tetapi karena berkembang dengan cepat di Jawa maka di sebut dengan Criollo Jawa dan kalau ditelusur nampaknya jenis ini memang jenis Criollo yang berasal dari Venezuela.
Walau tanaman kakao tersebut telah lama berkembang di Indonesia sejak lama, tetapi baru menjadi komoditi yang penting sejak sekitar tahun 1951. Hal tersebut dikarenakan pada awal tahun perkembangannya, tanaman kakao yang telah meluas di seluruh wilayah nusantara tersebut tanaman mengalami kehancuran karena adanya serangan penyakit yang tidak dapat terkendalikan. Sehingga kalau ada tanaman yang tersisa karena adanya usaha yang dilakukan oleh para penanam untuk mempertahankan tanaman kakao agar tetap dapat tumbuh termasuk di balai penelitian di Salatiga “ Proefstation voor de cacaocultuur” yang didirikan tahun 1901 yang dipimpin oleh Zehntner.
Pemerintah Indonesia mulai menaruh perhatian dan mendukung industri kakao pada tahun 1975, setelah PTP VI berhasil menaikkan produksi kakao per hektar melalui penggunaan bibit unggul Upper Amazon Interclonal Hybrid, yang merupakan hasil persilangan antar klon dan sabah. 


2.Manfaat Tanaman Kakao
Biji buah kakao yang telah difermentasi dijadikan serbuk yang disebut sebagai coklat bubuk. Coklat ini dipakai sebagai bahan untuk membuat berbagai macam produk makanan dan minuman. Kulit buah kakao (tanpa biji) dapat difermentasi untuk dijadikan pakan ternak.

3.Prospek Tanaman Kakao
Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang sangat penting dalam menyumbang perolehan devisa negara. Sebagian besar biji kakao dari Indonesia diekspor ke luar negeri, meskipun kalau dilihat di Indonesia sudah ada beberapa industri pengolahan biji kakao menjadi produk setengah jadi. Perkembangan ekspor biji kakao dari Indonesia menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Seperti yang telah diketahui bahwa pada tahun 1997, ekspor kakao dari Indonesia diperkirakan telah mencapai sekitar US$ 378 juta. Walaupun nilai tersebut merupakan angka estimasi, tetapi nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai US$ 377,5 juta.
Kendala utama yang dihadapi komoditas kakao yang diekspor adalah kualitasnya. Mutu biji kakao dari Indonesia masih relatif rendah dibandingkan dengan yang berasal dari negeri lain. Rendahnya kualitas tersebut dapat dilihat dari harga jual kakao Indonesia dipasaran luar negeri. Sebagai contoh, jika pada bulan Maret 1996, harga biji kakao Indonesia di luar negeri rata-rata adalah US$ 1.349 per ton, maka harga jual produk yang sama dari Pantai Gading (Cote d Ivoire) mencapai US$ 1.521 per ton. Untuk itu maka perlu upaya untuk meningkatkan kualitas biji kakao tersebut dan upaya yang telah dilakukan usaha penyuluhan dan action program, baik oleh dinas terkait maupun melalui Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) dan usaha-usaha tersebut nampaknya mulai memperlihatkan hasilnya.





4. Sentra Penanaman
 Budidaya kakao di Indonesia diusahakan oleh Perusahaan Perkebunan Negara dan Swasta serta Perkebunan Rakyat. Lokasi perusahaan perkebunan skala besar yang diusahakan negara terletak di Sumatera Utara, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sedangkan perkebunan rakyat terdapat terutama di Maluku, Irian Jaya, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Nusa Tenggara Timur. Pada tahun 1988 areal tanaman kakao mencapai 213.612 ha. Luas perkebunan pada tahun 1991 mencapai 350.422 ha dengan produksi 121.651 ton kakao, di Jawa Barat pada tahun 1998 mencapai 18.66,2 ha dengan produksi 6.404,3 ton.
 
B.Budidaya Tanaman Kakao
1. Klasifikasi Tanaman Kakao
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Keluarga : Sterculiaceae
Genus : Theobroma
Spesies : Theobroma cacao L.
Tanaman kakao dahulunya diberi nama “Arborea cacavifera americana” juga sering disebut dengan nama “Amygdalus similis guamalensis” yang akhirnya oleh LINIEUS diberi nama Theobroma cacao L., termasuk ke dalam salah satu anggota genus Theobroma dari familia Sterculiaceae yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat. Selain Theobroma cacao L masih ada satu anggota lain yang mempunyai nilai ekonomis yaitu Theobroma pentagona Bern. Jenis terakhir ini kurang populer karena coklat yang dihasilkan mempunyai mutu yang kurang baik atau bermutu rendah dibandingkan dengan jenis yang pertama.
Jenis kakao yang banyak dibudidayakan adalah jenis/varietas:
a. Criollo (Criollo Amerika Tengah dan Amerika Selatan) yang menghasilkan biji kakao bermutu sangat baik dan dikenal sebagai kakao mulia, fine flavour cocoa, choiced cocoa atau edel cocoa. Varietas ini dibagi menjadi beberapa tipe yaitu : tipe Venezuela, tipe Nicaragua, tipe Jawa, tipe Ceylon / Sri Langka, tipe Samoa, tipe Madagaskar dan tipe Porselin.
b. Forastero yang menghasilkan biji kakao bermutu sedang dan dikenal sebagai ordinary cocoa atau bulk cocoa. Varietas Forastero mempunyai sub varietas yaitu : sub varietas Angoleta, sub varietas Cundeamor, sub varietas Amelonado dan sub varietas Colabascillo.
Yang selanjutnya mempunyai tipe Trinitario dan tipe Carupano.
Trinitario yang merupakan hibrida alami dari Criollo dan Forastero sehingga menghasilkan biji kakao yang dapat termasuk fine flavour cocoa atau bulk cocoa.
Jenis Trinitario yang banyak ditanam di Indonesia adalah Hibrid Djati Runggo (DR) dan Uppertimazone Hybrida (Kakao Lindak).

2.Budidaya Tanaman Kakao
a. Faktor Lingkungan
1). Iklim
Ditinjau dari wilayah penanamannya, kakao ditanam pada daerah yang berada pada 10° LU sampai dengan 10° LS. Ini merupakan wilayah pengembangan tanaman kakao yang ideal sehingga tanaman akan mampu tumbuh dan berkembang secara optimal dengan produktifitas yang tinggi. Hal tersebut berkaitan dengan kebutuhan tanaman akan faktor lingkungan yang sangat diperlukan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Tetapi kalau dilihat daerah penyebarannya, tanaman kakao menyebar pada daerah dengan geografis antara 20 LU – 20 LS.
Iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman kakao, yang berarti faktor ini akan mempengaruhi produktivitas tanaman kakao dalam pembudidayaannya. Kalau dilihat dari tempat/habitat asal tanaman kakao maka tanaman kakao merupakan tanaman yang menghendaki wilayah/daerah yang panas dan lembab.


2). Sinar matahari
Cahaya matahari yang langsung mengenai tanaman dengan intensitas tinggi atau terlalu banyak menerpa tanaman kakao akan menyebabkan lilit batang kecil, daun sempit dan tanaman relatif pendek sehingga tanaman akan menjadi kurang produktif. Sebagai tanaman yang berasal dari daerah yang terlindung oleh pepohonan maka dalam pembudidayaan tanaman kakao memerlukan naungan. Sehingga disebutkan oleh para ahli bahwa tidaklah mungkin melakukan budidaya tanaman kakao kalau tanpa memberi naungan atau budidaya kakao dilakukan ditempat yang terkena cahaya matahari secara langsung saat tanaman berumur 2 – 3 tahun atau awal pertumbuhan/tanaman muda.
Sehubungan dengan pencahayaan yang diperlukan tanaman kakao maka perlu dilakukan pengaturan naungan agar pertumbuhan dan perkembangan tanaman kakao seperti yang diharapkan. Pengaturan ini dperlukan dalam rangka mengendalikan besar kecilnya cahaya yang diharapkan mengenai tanaman, pengaturan kelembaban maupun temperatur lingkungan tumbuhan tanaman serta dalam rangka mengendalikan besarnya evaporasi dari tanah.  
3). Temperatur
Temperatur udara lingkungan yang ideal bagi pertumbuhan tanaman kakao adalah 30° – 32° C (maksimum) dan 18° – 21° C (minimum). Berdasarkan keadaan iklim di Indonesia, temperatur udara 25° – 26° C merupakan temperatur udara rata-rata tahunan tanpa faktor pembatas. Karena itu, daerah tersebut sangat cocok jika ditanami kakao. Temperatur suatu wilayah sering berhubungan dengan tinggi rendahnya daerah tersebut dari permukaan air laut, sehingga secara umum daerah yang cocok untuk penanaman tanaman kakao adalah lahan yang berada pada ketinggian 200-700 m dpl.
4). Air
Curah hujan merupakan salah faktor penting dalam menentukan keberhasilan budidaya tanaman kakao. Tanaman ini menghendaki curah hujan yang lebih besar dibandingkan dengan besarnya air yang hilang dari lokasi tersebut (evapotranspirasi), artinya tanaman ini memerlukan curah hujan yang cukup dengan distribusi yang merata.
Areal penanaman kakao yang ideal adalah daerah-daerah bercurah hujan 1.100 – 3.000 mm/tahun. Tanaman kakao akan dapat memberikan hasil yang baik pada daerah dengan curah hujan lebih rendah dari kebutuhan ideal asalkan tanaman mendapatkan air pengairan yang cukup pada saat curah hujan rendah (saat air tidak dapat dipenuhi dari curah hujan). Sebaliknya tanaman kakao juga akan mendapatkan masalah kalau ditanam pada daerah dengan curah hujan besar atau lebih besar dari 3000 mm/tahun hasilnya akan menurun karena adanya serangan hama dan penyebab penyakit, adanya pencucian serta pelindihan unsur hara dari dalam tanah yang cukup besar, di samping kemungkinan terjadinya erosi yang besar.
5). Tanah
Pada dasarnya tanaman kakao dapat tumbuh pada berbagai kondisi tanah, asalkan tanah dimana tanaman kakao ditumbuhkan mempunyai sifat baik fisik maupun kimiawi yang baik . Sehubungan dengan hal tersebut maka dalam menentukan tanaman dapat ditanam atau tidak di suatu tempat perlu diperhatikan sifat fisik dan kimiawi tanahnya. Secara umum tanaman kakao menghendaki tanah yang mampu menahan air dengan baik atau kelembaban tanah yang diperlukan, serta mampunyai drainase dan aerasi tanah yang baik.
Selain dari itu karena tanaman kakao merupakan tanaman tahunan yang mempunya sistem perakaran yang berbeda dengan tanaman semusim yang hanya dangkal maka tanah yang dikehendaki adalah tanah yang mempunyai ketebalan solum yang dalam. Tanah dengan solum dalam akan mampu membei ruangan yang cukup untuk perkembangan sistem perakaran tanaman, untuk itu paling tidak solum yang dikehendaki minimum sekitar 1,50 m. Walau diketahui bahwa sistem perakaran tanaman kakao sebagian besar ada disekitar permukaan tanah atau sistem perakaran tanaman kakao sekitar 80 % ada pada kedalaman tanah sekitar 20 – 30 cm. Tetapi tanah harus mampu memberi ruang gerak sistem perakaran tunggangnyaagar mampu menembus ke permukaan tanah yang dalam karena kalau akar tunggangnya tidak masuk ke lapisan tanah yang dalam akan menyebabkan tanaman tumbuh kerdil, produtivitasnya rendah serta mempunyai lama produksi yang lebih pendek.
a. Pertumbuhan bibit tanaman kakao terbaik diperoleh pada tanah yang didominasi oleh mineral liat smektit dan berturut-turut diikuti oleh tanah yang mengandung khlorit, kaolinit dan haloisit.
b. Tanaman kakao dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang memiliki keasaman (pH) 6-7,5, tidak lebih tinggi dari 8 serta tidak lebih rendah dari 4.
c. Air tanah yang mempengaruhi aerasi dalam rangka pertumbuhan dan serapan hara. Untuk itu, kedalaman air tanah diisyaratkan minimal 3 m.
d. Faktor kemiringan lahan sangat menentukan kedalaman air tanah. Pembuatan teras pada lahan yang kemiringannya 8% dan 25% masing-masing dengan lebar minimal 1 m dan 1,5 m. Sedangkan lahan yang kemiringannya lebih dari 40% sebaiknya tidak ditanami kakao.
 
  b. Aspek Budidaya
1). Perbanyakan tanaman
Perbanyakan tanaman kakao secara umum dilakukan dengan menggunakan cara perbanyakan generatif karena bibit yang dihasilkan jumlahnya dapat lebih banyak dengan waktu yang relatif lebih singkat. Untuk membuat bibit tanaman kakao yang berkualitas yang perlu dilakukan terlebih dahulu adalah menentukan jenis kakao yang akan ditanam, setelah jenis atau varietas kakao ditentukan, selanjutnya dilakukan pemilihan bahan bibit yang akan ditanam apakah dari perbanyak secara vegetatif (stek, enten atau okulasi atau perbanyakan generatif (seedling/zailling). 
Biji sebagai bahan tanam generatif dapat diperoleh dari biji sapuan, biji Illegitim atau biji Legitim. Kebun yang dapat menyediakan biji Landras (Zailling Familie) diantaranya adalah Siloewoek sebagai penyedia biji yang dikenal dengan istilah Sawangan Landras dan juga Gebangan sebagai penyedia Landras.
Kebun tanaman kakao dapat dipergunakan sebagai kebun induk untuk diambil sebagai bahan tanam harus dipilih yang tanamannya sehat, pertumbuhan tanaman normal, hasil yang diperoleh kebun tersebut tinggi yaitu dapat memberikan hasil sekitar 70 – 90 tongkol per pohon per tahun, serta umur tanaman dalam kebun tersebut sudah cukup umur yaitu tanaman telah berumur antara 12 – 18 tahun.
Biji yang diambil dari buah kakao dapat dipakai sebagai benih yang baik kalau biji tersebut berasal dari buah yang mempunyai bentuk normal, sehat dan masak di pohon. Buah tersebut berwarna kuning, atau pada jenis yang buahnya berwarna merah buah kakao pada tanaman induk yang akan diambil buahnya telah menguning pada alur buahnya, sedangkan pada buah yang berwarna hijau buah telah berwarna oranye. Di samping itu apabila buah tersebut diguncang akan timbul suara dan apabila buah diketuk dengan tangan timbul gema.
Setelah biji dikecambahkan menjadi tanaman muda atau dikenal dengan istilah bibit, bibit tersebut dikatakan baik kalau memenuhi persyaratan, antara lain:
a). Pertumbuhan bibit normal, yaitu tidak kerdil dan tidak terlalu jagur atau mempunyai ketegaran bibit yang baik.
b). Bebas hama dan penyakit maupun kerusakan lainnya.
c). Berumur 4–6 bulan.
b.1.1 Penyiapan benih
Buah kakao yang telah dipilih dari tanaman yang ada sebagai tanaman induk atau diambil dari kebun induk selanjutnya buah dibelah membujur, selanjutnya biji yang berada di bagian tengah yang terdapat dalam buah tersebut diambil kurang lebih sekitar 20-25. Biji selanjutnya dibersihkan dari lendir buah yang menempel dalam biji kakao tersebut dengan cara meremas-remasnya dalam serbuk gergaji lalu dicuci dengan air dan direndam dengan fungisida. Biji setelah direndam dalam fungisida kemudian ditiriskan dan setelah atus dijemur di bawah sinar matahari. Biji yang dipergunakan sebagai bahan tanam tersebut yang dikenal sebagai benih dikatakan sebagai benih yang baik kalau memiliki daya kecambah sedikitnya 80%.
b.1.2 Teknik penyemaian benih
Lokasi yang akan dipergunakan sebagai tempat pembibitan merupakan tempat yang terpilih karena memenuhi persyaratan sebagai tempat pembibitan. Selanjutnya tempat yang akan dibuat bedengan penyemaian benih dibersihkan dari semua hal yang dapat mengganggu pertumbuhan maupun perkembangan tanaman muda baik itu berupa pepohonan, rumput-rumputan serta batu dan kerikil. Setelah tempat tersebut bersih dibuat bedengan dengan ukuran lebar bedengan antara 1,2-1,5 m dan panjang bedengan bebas tetapi umumnya sekitar panjang 10-15 m atau tergantung dengan panjangnya lahan yang ada dan tinggi 10 cm dengan arah bedengan dibuat utara-selatan. Tanah yang telah dibedeng-bedeng selanjutnya dicangkul dengan kedalaman sekitar 30 cm sambil bongkahan tanah dihancurkan, setelah itu tanah dirapikan dan diratakan selanjutnya diberi lapisan pasir 5-10 cm dan tepi bedengan diberi dinding penahan dari kayu/batu bata. Bedengan diberi naungan dari anyaman daun alang-alang, kelapa/tebu dengan tinggi atap di sisi timur 1,5 m dan di sisi barat 1,2 m.
Sebelum disemai benih dicelup ke dalam formalin 2,5% selama 10 menit. Benih dibenamkan (mata benih diletakkan di bagian bawah) ke dalam lapisan pasir sedalam 1/3 bagian dengan jarak tanam 2,5 x 5 cm. Segera setelah penyemaian, benih disiram. Penyiraman selanjutnya dilakukan dua kali sehari dan disemprot insektisida jika perlu. Keping biji terbuka tidak serentak dan yang sulit untuk membuka dapat dibantu dengan tangan. Setelah 4-5 hari di persemaian benih sudah berkecambah dan siap dipindah tanamkan ke polybag.
b.1.3 Pembibitan
Media pembibitan berupa campuran tanah subur, pupuk kandang dan pasir dengan perbandingan 2 : 1 : 1, kemudian media ini diayak dan dimasukkan ke dalam polybag 20 x 30 cm sampai 1-2 cm di bawah tepi polybag.  
Kecambah yang memenuhi syarat untuk dipindahkan ke dalam pembibitan berkecambah pada hari ke 4-5 dan akarnya lurus. Satu kecambah kakao dimasukkan ke dalam lubang sedalam telunjuk, lalu lubang ditutup dengan media.
Polybag berisi kecambah disimpan di lokasi pembibitan dengan jarak 60 cm dalam pola segitiga sama sisi. Supaya tidak bergerak, polybag diletakkan di dalam alur sedalam 5 cm atau ditimbun dengan tanah secukupnya. Pembibitan dinaungi oleh pohon pelindung atau dibuat atap dari anyaman bambu.
Pembibitan disiram dua kali sehari kecuali jika hujan. Air siraman tidak boleh menggenangi permukaan media. Bibit dipupuk setiap 14 hari sampai berumur 3 bulan dengan ZA (2 gram/bibit) atau Urea (1 gram/bibit) atau NPK (2 gram/bibit). Pupuk diberikan pada jarak 5 cm melingkari batang kecuali untuk Urea yang diberikan dalam bentuk larutan. Pengendalian hama dilakukan dengan penyemprotan insektisida dan fungisida setiap 8 hari.
b.1.4 Pemindahan bibit
Setelah berumur 3 bulan, menjelang bibit siap untuk dipindah tanam di lapang maka bibit dalam polybag sebelum dipindahkan ke lapangan secara bertahap naungan dalam pembibitan perlu dikurangi dan supaya tanaman di lapang sudah mempunyai kemampuan untuk beradaptasi dengan intensitas cahaya matahari yang lebih besar.
Bibit yang baik untuk ditanam di lapangan berumur 4-5 bulan, tinggi 50-60 cm, berdaun 20-45 helai dengan sedikitnya 4 helai daun tua, diameter batang 8 mm dan sehat. Untuk penanaman yang menggunakan jarak tanam 3 x 3 m, membutuhkan bibit untuk satu hektar adalah 1250 batang termasuk untuk penyulaman. Sedangkan untuk jarak tanam yang lebih rapat lagi memerlukan jumlah bibit yang lebih banyak lagi.
2). Penyiapan lahan untuk penanaman
Lahan yang akan dipergunakan untuk penanaman coklat/kakao dapat berasal dari hutan asli, hutan sekunder, tegalan, bekas tanaman perkebunan atau pekarangan. Untuk itu maka diperlukan pengelolaan dan pengolahan lahan yang baik agar produk yang diharapkan dapat tercapai serta kelestarian produktivitasnya dapat dipertahankan dalam jangka waktu yang panjang/lama. Berkaitan dengan hal tersebut maka untuk lahan yang miring perlu penanganan yang baik misalnya harus dibuat teras-teras agar tidak terjadi erosi. Areal dengan kemiringan 25-60% harus dibuat teras individu.  
Penyiapan lahan untuk budidaya tanaman kakao dapat dilakukan dengan cara pembersihan selektif dan pembersihan total. Masing-masing cara tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangannya, sehingga dalam memilih cara sangat tergantung faktor-faktor yang mempengaruhinya. Alang-alang di tanah tegalan harus dibersihkan supaya tanaman kakao dan pohon naungan dapat tumbuh baik. Untuk memperlancar pembuangan air, saluran drainase yang secara alami telah ada harus dipertahankan dan berfungsi sebagai saluran primer. Saluran sekunder dan tersier dibangun sesuai dengan keadaan lapangan.  
Di samping itu apabila kondisi tanah yang akan ditanami mempunyai tingkat keasaman yang tinggi atau tanah dengan pH di bawah 5 maka perlu diberi kapur berupa batu kapur sebanyak 2 ton/ha atau kapur tembok sebanyak 1.500 kg/ha. Pengapuran dimaksudkan untuk mengatasi tingkat kemasaman tanah agar berada pada kondisi yang tidak merugikan bagi pertumbuhan dan perkemangan tanaman kakao yang akan ditanam. 
Selain hal di atas maka pemberian pupuk juga perlu mendapat perhatian untuk menjaga agar tanah tidak mengalami kekahatan keharaan yang sangat diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman sehingga hasil yang diperoleh maksimum. Pemupukan yang diberikan sebelum bibit ditanam dapat dilakukan dengan tujuan untuk menyediakan hara yang cukup saat tanaman sudah ditanam nanti sehingga diharapkan dapat merangsang pertumbuhan awal bibit kakao yang nantinya ditanam. Lubang-lubang tersebut perlu diberi pupuk dengan pupuk Agrophos sebanyak 300 gram/lubang atau pupuk Urea sebanyak 200 gram/lubang, pupuk TSP sebanyak 100 gram/lubang. Pupuk-pupuk tersebut diberikan 2 (dua) minggu sebelum penanaman bibit kakao, kemudian lubang tersebut ditutup kembali dengan tanah atas yang dicampur dengan pupuk kandang/kompos. Tetapi dalam budidaya tanaman kakao secara organik maka peningkatan keharaan dalam lahan dilakukan dengan menambahkan pupuk kandang jauh hari sebelum lahan ditanami. Pemberian pupuk kandang dapat diberikan paling tidak satu bulan sebelum tanam pada lubang tanam yang telah dipersiapkan terlebih dahulu dengan dosis per lubangnya sekitar lima puluh kilogram.
3). Penanaman
Tanaman kakao mutlak memerlukan pohon pelindung yang ditanam sebagai tanaman lorong diantara tanaman-tanaman kakao. Terdapat dua macam pohon pelindung yaitu:
a). Pohon pelindung sementara
Pohon ini diperlukan untuk melindungi tanaman kakao muda (belum berproduksi) dari tiupan angin dan sinar matahari. Jenis pohon yang dapat ditanam adalah pisang (Musa paradisiaca), turi (Sesbania sp.), Flemingia congesta atau Clotaralia sp.
b). Pohon pelindung tetap
Pohon ini harus dipertahankan sepanjang hidup tanaman kakao dan berfungsi melindungi tanaman kakao yang sudah produktif dari kerusakan sinar matahari dan menghambat kecepatan angin. Jenis pohon yang cocok adalah lamtoro (Leucena sp.), sengon Jawa (Albizia stipula), dadap (Erythrina sp.) dan kelapa (Cocos nucifera). Pohon pelindung tetap ditanam dengan jarak tanam 6 x 3 m.
Jarak tanam yang dianjurkan adalah 3 x 3 m2 dengan kerapatan pohon 1.100 batang pohon/hektar. Jarak ini sangat ideal karena nantinya pohon akan membentuk tajuk yang seimbang sehingga tanaman tidak akan mudah tumbang.
Lubang tanam dibuat 2-3 bulan sebelum tanam dengan ukuran:
1) 40 x 40 x 40 cm untuk tanah bertekstur sedang
2) 60 x 60 x 60 cm atau 80 x 80 x 80 cm untuk tanah bertekstur berat
3) 30 x 30 x 30 cm untuk tanah bertekstur ringan
Lubang dipupuk dengan Agrophos 300 gram/lubang atau campuran Urea 200 gram/lubang dan SP-36 100 gram/lubang. Tutup kembali lubang tanam.
Cara Penanaman
a) Polybag disobek/disayat pada bagian sisi dan bawah dengan hati-hati agar tidak merusak sistem perakaran dari bibit, selanjutnya bibit dikeluarkan beserta dengan medianya dalam keadaan utuh.
b) Lubangi/dibuat lubang tanam pada tempat penanaman yang telah ditutup lagi (ingat pembuatan lubang tanam terdahulu) tersebut selebar diameter polybag. Letakkan bibit sedemikian rupa sehingga permukaan media sejajar dengan permukaan tanah.
c) Masukkan kembali tanah galian saat pembuatan lubang penanaman dan padatkan tanah di sekeliling bibit.
d) Untuk mendukung tegaknya bibit yang baru ditanam maka batang bibit perlu ditopang dengan dua potong kayu/bambu, disamping juga untuk menjaga agar bibit kedudukannya tidak goyah sewaktu diterpa angin atau yang lainnya.
e) Kalau tempat penanaman masih banyak binatang yang berkeliaran atau sebagai tempat penggembalaan maka untuk mencegah gangguan hewan, tanaman kakao harus diberi pagar pengaman dari bambu.  
5). Pemeliharaan Tanaman
a). Penjarangan dan penyulaman
Untuk menjaga agar jarak tanam yang ditentukan dapat tetap dipertahankan maka tindakan penjarangan maupun penyulaman perlu dilakukan. Penjarangan maupun penyulaman dapat dilakukan sampai tanaman berumur 10 tahun.

  b). Penyiangan gulma
Untuk menghindari terjadinya persaingan dengan tumbuhan lain yang tumbuh di pertanaman kakao maka perlu dikaukan penyiangan. Pengendalian gulma dilakukan dengan membabat tanaman pengganggu sekitar 50 cm dari pangkal batang atau dengan herbisida sebanyak 1,5-2,0 liter/ha yang dicampur dengan 500-600 liter air. Penyiangan yang paling aman adalah dengan cara mencabut tanaman pengganggu.
Tujuan penyiangan gulma adalah untuk mencegah persaingan dalam penyerapan air dan unsur hara, untuk mencegah hama dan penyakit serta gulma yang merambat pada tanaman kakao. Pemberantasan gulma harus dilakukan rutin minimal satu bulan sekali, yaitu dengan menggunakan cangkul, koret/dicabut dengan tangan.
c). Pemangkasan
Pemangkasan merupakan pemeliharaan tanaman untuk menjaga agar tanaman tetap berada pada kondisi pertumbuhan dan perkembangan yang dikehendaki sehingga produktivitasnya tetap seperti yang diharapkan. Di samping itu, pemangkasan juga mempunyai tujuan untuk menjaga serangan hama atau penyakit, membentuk pohon, memelihara tanaman dan untuk memacu produksi.
Secara umum pemangkasan meliputi: 
1. Pemangkasan bentuk
a. Fase muda. Dilakukan pada saat tanaman berumur 8-12 bulan dengan membuang cabang yang lemah dan mempertahankan 3-4 cabang yang letaknya merata ke segala arah untuk membentuk jorquette (percabangan).
b. Fase remaja. Dilakukan pada saat tanaman berumur 18-24 bulan dengan membuang cabang primer sejauh 30-60 cm dari jorquette (percabangan).
2. Pemangkasan pemeliharaan
Membuang tunas yang tidak diinginkan, cabang kering, cabang melintang dan ranting yang menyebabkan tanaman terlalu rimbun.
3. Pemangkasan produksi.
Bertujuan untuk mendorong tanaman agar memiliki kemampuan berproduksi secara maksimal. Pemangkasan ini dilakukan untuk mengurangi kelebatan daun.

d). Pemupukan
Pemupukan dilakukan untuk menjaga agar kesuburan tanah tetap terjaga. Oleh karena itu, usaha mengembalikan unsur hara yang telah diambil oleh tanaman perlu selalu dilakukan secara rutin.
Dosis pemupukan tanaman yang belum berproduksi (gram/tanaman):
1) Umur 2 bulan: ZA = 50 gram/pohon
2) Umur 6 bulan: ZA = 75 gram/pohon; TSP = 50 gram/pohon; KCl = 30 gram/pohon; Kleserit = 25 gram/pohon
3) Umur 12 bulan: ZA = 100 gram/pohon
4) Umur 18 bulan: ZA = 150 gram/pohon; TSP = 100 gram/pohon; KCl = 70 gram/pohon; Kleserit = 50 gram/pohon
5) Umur 24 bulan: ZA = 200 gram/pohon
  Dosis pemupukan tanaman berproduksi (gram/tanaman):
1) Umur 3 tahun: ZA = 2 x 100 gram/pohon, Urea = 2 x 50 gram/pohon, TSP = 2 x 50 gram/pohon, KCl = 2 x 50 gram/pohon
2) Umur 4 tahun: ZA = 2 x 100 gram/pohon, Urea = 2 x 100 gram/pohon, TSP = 2 x 100 gram/pohon, KCl = 2 x 100 gram/pohon
3)  5 tahun: ZA = 2 x 250 gram/pohon, Urea = 2 x 125 gram/pohon, TSP = 2 x 125 gram/pohon, KCl = 2 x 125 gram/pohon
  Pemupukan dilakukan dengan membuat alur sedalam 10 cm di sekeliling batang kakao dengan diameter kira-kira ½ tajuk. Waktu pemupukan di awal musim hujan dan akhir musim hujan.
e). Penyiraman
Pemberian air pada tanaman kakao perlu dilakukan kalau tanaman memang membutuhkan.  Penyiraman tanaman kakao yang tumbuh dengan kondisi tanah yang baik dan berpohon pelindung, tidak perlu banyak memerlukan air. Air yang berlebihan menyebabkan kondisi tanah menjadi sangat lembab. Penyiraman pohon kakao dilakukan pada tanaman muda terutama tanaman yang tak diberi pohon pelindung.


   f). Penyerbukan buatan
Dari bunga yang muncul hanya 5% yang akan menjadi buah. Peningkatan persentase pembuahan dapat dilakukan dengan penyerbukan buatan. Bagian bunga yang mekar digosok dengan bunga jantan yang telah dipetik sebelumnya, kemudian bunga ditutup dengan sungkup. Penggosokan dilakukan dengan jari tangan.
g). Rehabilitasi tanaman dewasa
Tanaman dewasa yang produktivitasnya mulai menurun tidak diremajakan (ditebang untuk diganti tanaman baru), tetapi direhabilitasi dengan cara okulasi tanaman dewasa dan sambung samping tanaman dewasa. 
Cara yang kedua lebih unggul karena peremajaan dapat dilakukan dalam waktu yang lebih singkat, murah dan lebih cepat berproduksi. Entres (pupuk sambungan) diambil dari kebun entres atau produksi yang telah diseleksi, berupa cabang berwarna hijau, hijau kekakaoan atau kakao, diameter 0,75-1,50 cm dan panjang 40-50 cm. Sambungan dapat dibuka setelah 3-4 minggu.
  h). Pengendalian hama dan penyakit
1. Hama
a. Penggerek cabang (Zeuzera coffeae)
Bagian yang diserang adalah cabang berdiameter 3-5 cm. Gejala: cabang mati atau mudah patah. Pengendalian: membuang cabang yang terserang, kemudian dengan predator alami: jamur Beauveria bassiana.
  b. Kepik penghisap buah kakao (Helopeltis sp.)
Bagian yang diserang buah dan daun muda, kuncup bunga. Gejala: bercak kakao kehitaman berbentuk cekung berukuran 3-4 mm. Pengendalian: membuang bagian yang terserang. Predator: belalang sembah, kepik predator. Selain itu digunakan insektisida Baytroid 50 EC, Lannate 25 WP, Sumithion 50 EC, Leboycid 50 EC, Orthene 75 SP.
  c. Penggerek buah kakao (Conopomorpha cramerella atau Cocoa Mot.)
Bagian yang diserang adalah buah kakao. Gejala: daging buah busuk. Pengendalian: membuang dan mengubur buah sisa panen dengan serempak, menutupi buah dengan kantung plastik dengan lubang di bagian bawah.
d. Kutu putih (Planococcus citri.)
Bagian yang diserang adalah tunas, bunga, calon buah. Gejala: timbul tunas yang tumbuh tidak normal (bengkok). Selain itu terlihat pertumbuhan bunga dan calon buah tidak normal. Pengendalian: digunakan insektisida berbahan aktif monokrotofas, fosfamidon, karbaril
e. Ulat kantong (Clania sp., Mahasena sp.)
Bagian yang diserang adalah daun dan tunas. Gejala: tanaman gundul dan adanya kematian pucuk. Pengendalian: dengan parasit Exoresta uadrimaculata dan Tricholyga psychidarum . Selain itu digunakan insektisida racun perut, Dipterex dan Thuricide.
f. Kutu jengkal (Hyposidra talaca.)
Bagian yang diserang adalah daun (muda dan tua). Gejala: habisnya helaian daun, tinggal tulang daun saja. Pengendalian: digunakan insektisida Ambush 2 EC, Sherpa 5 EC (0,15-0,2%).

2. Penyakit
a. Busuk buah hitam
Penyebab: Phytopthora palmivora . Bagian yang diserang adalah buah. Gejala: bercak kakao di titik pertemuan tangkai buah dan buah atau ujung buah. Gejala pada serangan berat adalah buah diliputi miselium abu-abu keputihan. Pengendalian: buah yang sakit diambil, mengurangi kelembaban kebun dengan cara pemangkasan. Selain itu digunakan insektisida dengan pupuk aktif Cu: Cupravit 0,3% atau Cobox 0,3% atau insektisida pupuk aktif Mankozeb: Dithane M-45 dan Manzate 200 0,3% dengan interval 2 minggu.
b. Kanker batang
Penyebab: Phytopthora palmivora. Bagian yang diserang adalah batang. Gejala: bercak basah berwarna tua pada kulit batang atau cabang, keluarnya cairan dari batang atau cabang yang akan mengering dan mengeras. Pengendalian: buah yang sakit diambil, mengurangi kelembaban kebun dengan cara pemangkasan. Selain itu digunakan fungisida dengan pupuk aktif Cu: Cupravit 0,3% atau Cobox 0,3%. Atau fungisida pupuk aktif Mankozeb: Dithane M-45 dan Manzate 200 0,3% dengan interval 2 minggu. Keroklah bagian yang sakit dan diolesi dengan ter/fungisida.
c. Busuk buah diplodia
Penyebab: Botrydiplodia theobramae (jamur). Bagian yang diserang buah. Gejala: bercak kecoklatan pada buah, lalu buah menghitam menyeluruh. Pengendalian: cegah timbulnya luka, buah yang sakit dibuang. Kemudian gunakan fungisida dengan pupuk aktif Cu: Vitigran Blue, Trimiltox Forte, Cupravit OB pada konsentrasi 0,3%.
d. Vascular Steak Dieback (VSD)
Penyebab: Oncobasidium theobromae (jamur). Bagian yang diserang adalah daun, ranting/cabang. Gejala: bintik-bintik kecil hijau pada daun terinfeksi dan terbentuk tiga bintik kecoklatan, kulit ranting/cabang kasar, pucuk mati (dieback). Pengendalian: digunakan bibit bebas VSD, perhatikan sanitasi tanaman, kurangi kelembaban, tingkatkan intensitas cahaya matahari dan perbaiki drainase dan pemupukan.
e. Bercak daun, mati ranting dan busuk buah
Penyebab: Colletorichum sp. (jamur). Bagian yang diserang adalah daun, ranting, buah. Gejala: bercak nekrotik pada daun, daun gugur, pucuk mati, buah muda keriput kering (busuk kering). Pengendalian: peningkatan sanitasi, memotong ranting dan buah yang terserang, pemupukan berimbang dan perbaikan drainase. Kemudian digunakan fungisida sistemik Karbendazim 0,5% dengan interval 10 hari.
f. Busuk buah monilia
Penyebab: Monilia roreri (jamur). Bagian yang diserang buah muda. Gejala:benjolan dan warna belang pada buah berukuran 8-10 cm, penumpukan lendir di dalam rongga buah, dinding buah mengeras. Pengendalian: menurunkan kelembaban udara dan tanah, membuang buah rusak. Kemudian digunakan fungisida dengan pupuk aktif Cu: Cobox 0,3%, Cupravit 0,3 % selama 3-4 minggu.

g. Penyakit akar
Penyebab: Rosellinia arcuata R bumnodes, Rigidoporus liginosus, Ganoderma pseudoerrum, Fomes lamaoensis (jamur). Bagian tanaman yang diserang adalah akar. Gejala: daun menguning dan layu, pada leher akar/pangkal batang terdapat miselium. Pengendalian: pembuatan parit isolasi di sekitar tanaman terserang, pemusnahan tanaman sakit. Kemudian dioleskan fungisida pada permukaan akar yang lapisan miseliumnya telah dibuang. Fungisida dengan pupuk aktif PNCB: Fomac 2, Ingro Pasta, Shell Collar Protectant, Calixin Cp.
  6). Panen
6. 1 Ciri dan Umur Panen  
Buah kakao bisa dipanen apabila telah tampak perubahan warna kulit dan setelah fase pembuahan sampai menjadi buah dan matang  usia 5 bulan. Ciri-ciri buah akan dipanen adalah warna kuning pada alur buah, warna kuning pada alur buah dan punggung alur buah; warna kuning pada seluruh permukaan buah dan warna kuning tua pada seluruh permukaan buah.
Kakao masak di pohon dicirikan dengan perubahan warna buah :
a). Warna buah sebelum masak hijau, setelah masak alur buah menjadi kuning.
b). Warna buah sebelum masak merah tua, warna buah setelah masak merah muda, jingga, kuning.
Buah akan masak pada waktu 5,5 bulan (di dataran rendah) atau 6 bulan (di dataran tinggi) setelah penyerbukan. Pemetikan buah dilakukan pada buah yang tepat masak. Kadar gula buah kurang masak rendah sehingga hasil fermentasi kurang baik, sebaliknya pada buah yang terlalu masak, biji seringkali telah berkecambah, pulp mengering dan aroma berkurang.
  6.2 Cara panen
  Untuk memanen kakao digunakan pisau tajam. Bila letak buah tinggi, pisau disambung dengan bambu. Cara pemetikannya, jangan sampai melukai batang yang ditumbuhi buah. Pemetikan kakao hendaknya dilakukan hanya dengan memotong tangkai buah tepat dibatang/cabang yang ditumbuhi buah. Hal tersebut agar tidak menghalangi pembungaan pada periode berikutnya.
  Pemetikan berada di bawah pengawasan mandor. Setiap mandor mengawasi 20 orang per hari. Seorang pemetik dapat memetik buah kakao sebanyak 1.500 buah per hari. Buah matang dengan kepadatan cukup tinggi dipanen dengan sistem 6/7 artinya buah di areal tersebut dipetik enam hari dalam 7 hari. Jika kepadatan buah matang rendah, dipanen dengan sistem 7/14.  
Panen dilakukan 7-14 hari sekali. Selama panen jangan melukai batang/cabang yang ditumbuhi buah karena bunga tidak dapat tumbuh lagi di tempat tersebut pada periode berbunga selanjutnya. Tanaman kakao mencapai produksi maksimal pada umur 5-13 tahun. Produksi per hektar dalam satu tahun adalah 1.000 kg biji kakao kering.  
6.3 Pasca panen
Pemetikan buah. Buah kakao yang sudah nampak masak di pohon selanjutnya dipetik dengan menggunakan pisau atau gunting tanaman yang tajam. Secara umum jumlah biji dalam setiap buah kakao berkisar antara 20 - 60 biji, tergantung pada besar kecilnya buah kakao yang terbentuk. Di Sulawesi Selatan, untuk mendapatkan 1 kg biji kakao kering (kadar air 8 - 7%) diperlukan sekitar 25 - 35 buah kakao. Produksi tanaman kakao sangat dipengaruhi oleh tingkat kesuaian lahan atau kesuburan lahan dan faktor lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman kakao yang ditanam. Makin besar tingkat kesesuaian lahan maka akan semakin besar pula produktivitas tanaman yang dibudidayakan.
Untuk menentukan tingkat kematangan buah dapat dilihat berdasarkan dari perubahan warna kulit buah kakao. Apabila alur pada kulit buah kakao sudah berwarna kuning, maka tingkat kematangannya adalah C, sedangkan jika alur dan punggung buah kakao telah berubah warna menjadi kuning, dimasukkan ke dalam tingkatan kematangan B. Apabila seluruh permukaan buah sudah berwarna kuning atau kuning tua, maka tingkat kematangannya masuk pada tingkat kematangan A dan A+. Petani secara umum atau kebanyakan akan memanen buah kakao jika tingkat kematangannya sekurang-kurangnya sudah pada tingkat kematangan B. Pemetikan buah pada umumnya dilakukan di pagi hari. Buah yang telah dipetik dari pohonnya selanjutnya dikumpulkan pada suatu tempat dan dikelompokkan menurut kelas kematangan, selanjutnya menunggu untuk dilakukan proses selanjutnya yaitu pemecahan kulit buah. Kegiatan tersebut dikenal dengan pemeraman buah.
Pemecahan buah. Buah-buah kakao hasil pemanenan yang sudah terkumpul selanjutnya dipecahkan dengan alat pemukul yang terbuat dari kayu. Buah tersebut dipukul dengan punggung dengan arah miring. Bila kulit buah kakao telah pecah atau terbagi dua, kulit bagian ujung dibuang dan selanjutnya dilakukan penarikan biji dari placentanya keluar dari kulit buahnya. Biji yang telah dikeluarkan selanjutnya ditempatkan pada tempat yang telah disediakan / ditempatkan di atas lembaran plastik atau di dalam keranjang bambu. Biji kakao yang masih basah ini secara umum sudah dapat dijual langsung ke pasar, tetapi kalau penjualan ke pasar dalam kondisi seperti ini dikenal dengan penjualan biji basah atau istilah lain sering dikatakan dengan fermentasi tidak sempurna, sehingga harga jualnya rendah. Untuk mendapatkan biji kakao yang berkualitas tinggi dan agar dapat diterima di pasar luar negeri / eksport maka perlu dilakukan pengelolaan biji kakao secara baik yaitu:
Fermentasi. Fermentasi yang dilakukan pada biji kakao yang telah dikeluarkan dari kulit buahnya dimaksudkan untuk mematikan lembaga biji agar tidak dapat tumbuh serta untuk menumbuhkan aroma yang khas coklat. Fermentasi dilakukan di dalam suatu wadah/kotak kayu dengan tebal tumpukan biji kakao tidak boleh lebih dari 42 cm. Fermentasi dilakukan secara sempurna kalau pelaksanaannya selama waktu 5 hari dan pada hari kedua harus dilakukan pengadukan/pembalikan. Selanjutnya biji yang telah diaduk-aduk /dibalik tersebut dibiarkan pada tempat fermentasi sampai pada hari kelima. Atau biji kakao basah diperam (difermentasi) selama 6 hari di dalam kotak kayu tebal yang dilapisi aluminium dan bagian bawahnya diberi lubang-lubang kecil dengan cara sebagai berikut:
a) Biji ditumpuk di dalam kotak dengan tinggi tumpukan tidak lebih dari 75.
b) Tutup dengan karung goni atau daun pisang.
c) Aduk-aduk biji secara periodik (1 x 24 jam) agar suhu naik sampai 50° C.  Selama proses fermentasi berlangsung, sebagian air yang terkandung dalam biji akan berkurang dan aroma seperti asam cuka akan keluar selama proses fermentasi. Biji yang sudah selesai dalam proses fermentasi selanjutnya diangin-anginkan sebentar atau direndam dan dicuci sebelum dilakukan pengeringan.
Perendaman dan Pencucian. Setelah biji kakao selesai dalam proses fermentasi selanjutnya dilakukan perendaman maupun pencucian walau ada pula yang tidak melaksanakan perlakuan ini. Perendaman yang dilakukan pada biji kakao yang telah mengalami proses fermentasi mempunyai pengaruh terhadap proses pengeringan dan rendemen. Karena selama proses perendaman berlangsung, sebagian kulit biji kakao akan terlarut sehingga kulit bijinya akan menjadi lebih tipis dan rendemennya menjadi berkurang. Tetapi dalam proses pengeringannya biji kakao menjadi lebih cepat menjadi kering. Sesudah perendaman selesai dilakukan maka selanjutnya dilakukan pencucian. Tujuan pencucian untuk mengurangi sisa-sisa pulp yang masih menempel pada biji dan mengurangi rasa asam pada biji. Bila kulit biji masih ada sisa-sisa pulp, biji mudah menyerap air dari udara sehingga mudah terserang jamur dan juga memperlambat proses pengeringan.
Pengeringan. Pengeringan pada biji kakao yang telah direndam dan dicuci dimaksudkan untuk menurunkan kadar air biji dari sekitar 60% sampai pada kondisi dimana kandungan air dalam biji minimum sehingga tidak dapat terjadi penurunan kualitas biji juga biji tidak mudah untuk ditumbuhi cendawan. Pengeringan yang terbaik dilakukan dengan menggunakan pengering sinar matahari. Umumnya untuk mengeringkan biji kakao untuk mencapai kadar air sekitar 7 – 8 % diperlukan waktu antara 2 - 3 hari, sangat tergantung dari kondisi cuaca saat dilakukan pengeringan. Jika cuaca tidak memungkinkan untuk dilakukan pengeringan dengan menggunakan cahaya matahari maka pengeringan dapat dilakukan dengan alat pengering buatan.
Biji kakao kering dibersihkan dari kotoran dan dikelompokkan berdasarkan mutunya:
a) Mutu A : dalam 100 gram biji terdapat 90-100 butir biji
b) Mutu B : dalam 100 gram biji terdapat 100-110 butir biji
c) Mutu C : dalam 100 gram biji terdapat 110-120 butir biji
Biji-biji kakao yang sudah kering dapat dimasukan dalam karung goni. Tiap goni diisi 60 kilogram biji kakao kering. Kemudian karung yang berisi biji kakao kering tersebut disimpan dalam gudang yang bersih, kering dan berventilasi baik. Biji kakao tersebut sudah segera bisa dijual dan diangkut dengan menggunakan truk dan sebagainya. Penyimpanan di gudang, sebaiknya tidak lebih dari 6 bulan, dan setiap tiga bulan harus diperiksa untuk melihat ada tidaknya jamur atau hama yang menyerang biji kakao.  Untuk menjaga agar produk yang disimpan tetap terjaga kualitasnya maka perlu dilakukan pengemasan yaitu dengan :
a) Cara pengemasan : kakao dikemas dengan karung goni baik, bersih, bebas hama dan bau asing, dijahit rapat dan kuat dengan benang kapas atau tali goni dengan berat bersih setiap karung 62,5 kg atau 16 karung/ton atau cara lain bila ada persetujuan antara pembeli dan penjual.
Untuk produk yang akan dieksport maka perlu diberi tambahan identitas:
b) Pemberian merek : nama barang, jenis mutu, identitas penjual, Buatan Indonesia, berat bersih, nomor karung, identitas pembeli, pelabuhan/tempat/negara tujuan.
7). Kualitas Produk
  Kualitas produk kakao perlu mendapat perhatian untuk itu ada beberapa kriteria penentuan Standar produksi yang meliputi: syarat mutu, pengambilan contoh, cara uji, penandaan.dan pengemasan. Standar mutu kakao di Indonesia tercantum di dalam Standar Nasional Indonesia SNI 01-2323-1995.  
Secara umum Klasifikasi dan Standar Mutu untuk produk kakao adalah sebagai berikut:  
Klasifikasi berdasarkan jenis tanaman:
a). Jenis mulia ( Fine Cocoa/F)
b). Jenis lindak (Bulk Cocoa)
Sedangkan klasifikasi menurut jenis mutunya, biji kakao dapat digolongkan ke dalam 2 jenis kualitas mutu, yaitu:
a). Mutu I
b). Mutu II
  Standar mutu yang lain adalah diklasifikasika menurut berat bijinya yang dinyatakan dalam jumlah biji/100 gram contoh biji kakao diklasifikasikan dalam 5 golongan, yaitu AA, A, B, C, dan S. 
Berbeda lagi apabila dilihat berdasarkan syarat mutu dinyatakan dalam dua pernyataan, yaitu syarat mutu umum dan khusus.
Syarat mutu umum adalah:
a). Kadar air (%): maksimal 7,5.
b). Biji berbau asap dan atau abnormal dan atau berbau asin: tidak ada.
c). Serangga hidup: tidak ada
d). Kadar biji pecah dan atau pecahan biji dan atau pecahan kulit (%): maksimal 3
e). Kadar benda-benda asing (%): 0.
Sedangkan rincian syarat mutu khusus dapat dilihat pada Standar Nasional Indonesia No. 01-2323-1995. atau standar biji kakao berdasarkan Asosiasi Kakao Indonesia (1990) seperti yang disajikan pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Syarat Khusus Kualitas Biji Kakao
Jenis Mutu
Jumlah biji
Per 100 gram,
maks
Kadar biji
Berkapang%
(b/b), maks
Kadar biji tak
Terfementasi
% (b/b), maks
Kadar biji
Berserangga,
Pipih dan
Berkecambah
% (b/b), maks
Kakao
Mulia
(Fine
Cocoa)
Kakao
Lindak
(Bulk
Cocoa)




I-AA-F*
I-A-F
I-B-F
I-C-F
I-AA
I-A
I-B
I-C
85
100
110
120
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
II-AA-F
II-A-F
II-B-F
II-C-F
II-AA
II-A
II-B
II-C
85
100
110
120
4
4
4
4
8
8
8
8
6
6
6
6
Sumber : Standar Biji Kakao, Asosiasi Kakao Indonesia, 1990 
8). Pengelolaan Limbah
Kulit kakao pada pertanaman kakao umumnya cukup banyak dan hal ini merupakan salah satu jenis limbah pada perkebunan kakao, kalau tidak ditangani secara baik-baik maka makin hari akan semakin menumpuk dan akan menimbulkan permasalahan di lingkungan tersebut.
Kulit kakao merupakan salah satu limbah pengolahan biji kakao. Kulit tersebut umumnya dibuang begitu saja sebagai sampah yang sering mengganggu masyarakat sekitar. Kalau dicermati dengan baik, sebenarnya limbah kulit kakao tersebut masih mempunyai nilai yang cukup tinggi yaitu kalau diolah dengan baik akan dapat menghasilkan Pektin dimana sampai saat ini kita masih selalu mengimpornya.
Limbah dari perkebunan kakao masih ada lagi yang lain, karena itu juga perlu mendapat perhatian dan penanganan yang serius agar tidak menimbulkan dampak yang merugikan dan dapat menjaga kelestarian produktivitas perkebunan.

* Studi Kasus
Jelaskan permasalahan pada budidaya tanaman kakao saat ini dan bagaimana cara mengatasinya?
Jawab :
Dalam upaya meningkatkan produktivitas tanaman kakao, perlu diperhatikan keberlanjutannya, sehingga produktivitas dan kelestarian lingkungan tetap terjaga agar pemanfaatannya dapat selama mungkin. Budidaya kakao sampai saat ini masih berorientasi pada bagaimana caranya agar memperoleh hasil tinggi tanpa melihat dampak negatif yang nantinya mungkin dapat timbul, sehingga penggunaan pestisida dan pupuk kimia tidak terkendali.
Untuk itu perlu upaya penyadaran pada pelaku perkebunan kakao agar dalam melakukan budidaya kakao secara bertahap dilakukan pengurangan input pupuk kimia dari hari ke hari sehingga akhirnya tidak mempunyai ketergantungan pada pupuk kimia, erosi terkendali, dan memiliki efisiensi kegiatan pertanian (on-farm) dan bahan pupuk input maksimum, pemeliharaan kesuburan tanah dengan menambahkan nutrisi tanaman serta penerapan dasar-dasar biologis pada pelaksanaan pertanian.






















DAFTAR PUSTAKA


Disbun Jabar. 1995. Vadenicum Budidaya Kakao (Theobroma cacao L).
SI-PUK - SIB - SIABE. 2007. Kakao. http://www.bi.go.id. (diakses pada tanggal 20 Januari 2007)
Warintek. 2006. Potensi Kakao. http://warintek.progressio.or.id. (diakses tanggal 21 Februari 2007)

Winarsih S. dan A. A. Prawoto. 1995. Pedoman Teknis Rehabilitasi Tanaman Kakao Dewasa dengan Metode Sambung Samping (side-cleft grafting). Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Jember.

Wood, G.A.R. and R.A. Lass. 1985. Cocoa. Tropical Agriculture Series. Longman. London, and New York.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar