Senin, 10 Agustus 2009

PENGGANDAAN TUNAS ABACA MELALUI KULTUR MERISTEM

Pendahuluan
Pisang abaca (Musa textilis Nee), sering disebut sebagai abaca, merupakan tanaman penghasil serat yang banyak digunakan sebagai bahan pembuat tali kapal laut (Dempsey, 1963).Selain itu bubur serat abaca juga sangat baik untuk bahan baku kertas tipis dan kertas yang memiliki kekuatan dan daya simpan tinggi (Syahid dan Mariska, 1994; Triyanto dkk., 1982). Serat abaca juga digunakan sebagai bahan baku tekstil pengganti serat kapas, jok kursi, kerajinan tangan berupa dompet dan tas, serta pengganti asbes yang lebih sehat (Sudjendro, 1999).
Perbanyakan abaca dapat melalui teknik kultur in-vitro. Salah satu tahapan dalam teknik kultur in-vitro adalah penggandaan tunas. Tunas yang digandakan dapat berasal dari tunas mikro hasil induksi meristem apikal sebagai sumber eksplan, sehingga disebut kultur meristem. Kelebihan kultur meristem adalah mampu menghasilkan bibit tanaman yang identik dengan induknya dan bebas virus. Rice et al. (1992) mengatakan bahwa kultur meristem mampu meningkatkan laju induksi dan penggandaan tunas, mampu memperbaiki mutu bibit yang dihasilkan, mampu mempertahankan sifat-sifat morfologi yang positif.
Keberhasilan penggandaan tunas abaca melalui kultur meristem sangat tergantung pada keseimbangan zat pengatur tumbuh golongan auksin dan sitokinin, terutama keseimbangan antara 6-Benzil Amino Purin (BAP) dan Asam Naftalen Asetat (NAA). BAP adalah zat pengatur tumbuh sintetik yang berperan antara lain dalam pembelahan sel dan morfogenesis sedangkan NAA adalah zat pengatur tumbuh sintetik yang mampu mengatur berbagai proses pertumbuhan dan pemanjangan sel (George dan Sherrington, 1984). Menurut Bhagyalakshmi dan Singh (1998) pemberian NAA pada konsentrasi 0,01-0,8 mg/l yang dikombinasikan dengan kinetin mampu memperbaiki penggandaan tunas jahe. Kombinasi konsentrasi 2 mg/l 2.4-D dengan 0,5 mg/l BAP pada medium dasar MS merupakan kombinasi terbaik untuk penggandaan tunas kacang tanah dan embriogenesis ubi jalar. Efektifitas BAP dan NAA pada penggandaan tunas abaca melalui kultur meristem belum diketahui secara pasti sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
Bahan yang digunakan untuk induksi tunas mikro adalah meristem apikal yang diisolasi dari mata tunas yang dihasilkan di Laboratorium Kultur Jaringan Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Tunas tersebut digunakan sebagai sumber eksplan, mata tunas dikupas 3-4 lapis hingga berukuran 1 x 1,5 cm, sterilisasi dilakukan dengan cara membersihkan dan mencuci mata tunas dengan detergen dan dibilas pada air mengalir sebanyak tiga kali kemudian merendamnya dalam 70 % etanol selama 10 menit dan dalam 70 % bayclin selama 15 menit sambil dikocok, selanjutnya dibilas dengan akuades steril sebanyak tiga kali. Mata tunas ditanam pada medium dasar MS, tunas mikro yang tumbuh digunakan sebagai sumber meristem.
Penggandaan tunas diawali dengan induksi tunas, induksi tunas dilakukan dengan cara menanam meristem yang diisolasi dari tunas mikro steril pada medium induksi tunas (perlakuan). Tunas mikro yang terbentuk pada tahap induksi tunas di gandakan pada medium yang sama (perlakuan) selama 2 kali subkultur.
Hasil dan Pengamatan
Kombinasi konsentrasi BAP dan NAA berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas, baik pada sub kultur I maupun sub kultur II. Rerata jumlah tunas, panjang tunas dan jumlah daun abaca pada berbagai konsentrasi BAP dan NAA pada penggandaan tunas abaca melalui kultur meristem disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Rerata jumlah tunas (buah), panjang tunas (cm) dan jumlah daun (helai) abaca pada sub kultur I dan sub kultur II pada berbagai konsentrasi BAP dan NAA

PERLA
KUAN
Jumlah Tunas
(buah)
Panjang Tunas
(cm)
Jumlah Daun
(helai)
SK I
SK II
SK I
SK II
SK I
SK II
B0N7
2.80 de
2.42 cd
1.65 e
2,46 c
3.13 d
3.17 e
B0N6
2.40 e
2.30 cd
1.89 de
2,38 cd
3.13 d
3.39 de
B7N0
3.13 cd
2.08 de
2.76 c
3,57 bc
3.70 cd
3.83 cd
B7N7
2.63 de
3.04 bc
4.96 a
3,13 ab
3.03 d
3.08 e
B7N6
2.89 de
1.94 de
2.70 c
3,18 a
3.53 cd
2.50 f
B6N0
4.13 b
3.38 b
1.84 de
1,58 e
3.93 c
2.33 f
B6N7
3.80 bc
2.02 de
2.76 c
1,45 e
5.53 ab
3.53 de
B6N6
2.65 de
1.48 e
3.80 b
2,49 c
4.95 b
3.53 de
B5N0
2.80 de
3.72 ab
2.28 cde
1,81 de
3.73 cd
4.25 bc
B5N7
5.07 a
4.37 a
2.56 cd
1,41 e
6.00 a
6.25 a
B5N6
4.17 b
3.37 b
1.62 e
1,79 e
5.17 b
4.50 b

Keterangan
:
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata satu dengan lain pada uji BNT 5%

SK I = Subkultur I
SK II = Subkultur II

Jumlah Tunas
Interaksi antara konsentrasi BAP dan konsentrasi NAA berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah tunas. Jumlah tunas terbanyak diperoleh pada kombinasi perlakuan B5N7 (10-5 M BAP dan 10-7 M NAA) yaitu 5.07 buah pada subkultur I dan 4,37 buah pada subkultur II (tabel 1), hasil ini lebih rendah dari hasil penelitian Sisunandar dan Julia (2000) yang mampu menghasilkan tunas sebanyak 6 buah pada perlakuan yang sama, hal ini menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan B5N7 (10-5 M BAP dan 10-5 NAA) merupakan kombinasi terbaik untuk menghasilkan tunas terbanyak. Pada sub kultur II jumlah tunas yang dihasilkan lebih sedikit dibanding pada subkultur I hal ini diduga karena telah terjadi perubahan fisiologi sel, menurut Bhojwani dan Rhazdan (1983) perubahan kemampuan penggandaan diduga oleh berubahnya fisiologi sel. Pada awal subkultur, sel masih sangat sensitif terhadap zat pengatur tumbuh namun setelah memasuki beberapa subkultur, sel akan mengalami perubahan sitologi menjadi tidak stabil sehingga kurang sensitif terhadap zat pengatur tumbuh. Akibatnya selama periode subkultur terjadi perubahan kemampuan penggandaan. Penurunan jumlah tunas yang terbentuk pada subkultur II dibandingkan subkultur I juga dilaporkan oleh Krishnan et al. (1995) pada kultur pucuk Trichopus zeylanicus.
Jumlah tunas paling sedikit diperoleh pada kombinasi perlakuan B0N6 (0 M BAP dan 10-6 M NAA) sebanyak 2,40 buah pada subkultur I dan kombinasi perlakuan B6N6 (10-6 M BAP dan 10-6 M NAA) sebanyak 1,48 buah pada subkultur II (tabel 1).
Hasil ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi NAA yang sama (10-6 M NAA) peningkatan konsentrasi BAP akan menurunkan jumlah tunas yang dihasilkan, hal ini diduga karena BAP mampu menstimulir pembentukan NAA endogen sehingga konsentrasi NAA endogen dan eksogen berada pada kondisi supra optimal. Menurut George dan Sherrington (1984), perimbangan konsentrasi aksin dan sitokinin yang tepat sering kali mampu memperbaiki penggandaan tunas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar